BNPT cegah radikalisme di Kaltara melalui ruang pendidikan

id FKPT

BNPT cegah radikalisme di Kaltara melalui ruang pendidikan

Sholehuddin, M.Pd, Dosen FIP Universitas Muhammadiyah Jakarta pada pada acara "Training Of Trainer Menjadi Guru Pelopor Moderasi Beragama" di Kabupaten Bulungan, Rabu (16/11/2022). ANTARA/HO-FKPT Kaltara.

Tarakan (ANTARA) - Lembaga pendidikan dan media sosial di era digital ini merupakan "dua wilayah" yang diperebutkan oleh kelompok radikal terorisme karena dinilai sangat efektif untuk mentransformasi paham serta merekrut anggota.

Brigjen (Pol) R. Ahmad Nurwakhid, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Tanjung Selor, Rabu menyatakan bahwa alasan tersebut sehingga guna mencegah paham kekerasan itu di Bulungan, Kalimantan Utara perlu melalui ruang pendidikan dan media sosial.

"Sehingga perlu membekali pemahaman pencegahan terorisme kepada para guru melalui penguatan moderasi beragama di sekolah," katanya pada acara "Training Of Trainer Menjadi Guru Pelopor Moderasi Beragama" di Kabupaten Bulungan, Kaltara oleh BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltara.

Guna mengisi ruang pendidikan, juga perlu terus melakukan kontra marasi di ruang digital sehingga acara tersebut dirangkai dengan
Lomba “Pembuatan Bahan Ajar Berupa Video Pendek Sosiodrama Moderasi Beragama".

"Terorisme adalah ancaman nyata bagi kedamaian di Indonesia. Kelompok pelaku terorisme tinggal di tengah masyarakat, membaur dalam kehidupan kita sehari-hari, bahkan bukan tidak mungkin ada di tengah-tengah lembaga pendidikan sehingga kita harus selalu waspada," katanya dalam sambutan tertulis dibacakan oleh Maira Himadhani, Sub Koordinator Partisipasi Masyarakat BNPT.

Hal itu, imbuhnya menuntut agar semua pihak dalam mencegah paham kekerasan ini mengedepankan kewaspadaan, tidak hanya untuk alasan keselamatan, melainkan juga mencegah tersebarluaskan paham radikal terorisme tersebut.

BNPT sebagai lembaga negara yang mendapatkan mandat melaksanakan penanggulangan terorisme dengan mengkoordinasikan seluruh kementerian dan lembaga yang terus berupaya menekan kejahatan luar biasa tersebut.

"Upaya kita tidak hanya melalui penindakan secara tegas, namun juga menjalankan program-program bersifat 'soft approach' atau penanganan secara lunak," katanya pada acara melibatkan sekitar 100 guru dari berbagai tingkatan sekolah.

"Kegiatan yang kita lakukan hari ini adalah salah satu bentuk bagaimana terorisme ditanggulangi secara lunak dengan melibatkan berbagai komponen bangsa, khususnya melalui partisipasi aktif stakeholder pendidikan," katanya.

Sementara itu, Sholehuddin, M.Pd, Dosen FIP Universitas Muhammadiyah Jakarta, pembicara dalam acara tersebut sepakat bahwa saat ini terjadi "perebutan wilayah" ruang medsos dan ruang pendidikan baik untuk pelaku paham kekerasan maupun upaya pencegahannya.

Faktanya, kata dia khusus ruang medsos lebih banyak dikuasai oleh paham paham menyimpang ketimbang konten yang bersifat mendidik.

"Apa kaitannya dengan guru, karena jika guru mengisi ruang medsos ini maka tentu lebih dipercaya karena status sebagai pendidik," kata Sholehuddin.

Ia mengungkapkan indeks potensi radikalisme berdasar survei nasional BNPT 2020, dari pengakses internet 75,5 persen dari kelompok Gen Z (lahir 1981-2000) mencapai 93 persen, Gen Milenial (1981-2000) 85 persen dan Gen X (1965-1980) 54 persen.

Dari data ini, peran guru sangat strategis karena kelompok rentan terpapar itu adalah usia anak-anak sekolah.

"Selain itu, mengapa ruang pendidikan sangat krusial dalam pencegahan radikalisme ? Karena hasil penelitian 2019, tercatat 49,60 persen pendidikan agama dari guru, bukan dari orang tua atau keluarga," katanya.

Hal cukup mengejutkan ia utarakan hasil survei BNPT-FKPT 2019 di Kaltara. Ternyata provinsi berpenduduk sekitar 700.000 jiwa punya potensi radikalisme skor 40,28, dari pemahaman dengan skor 49,73, sikap dengan skor 53,85 dan tindakan dengan skor 17,25.

"Artinya, dengan skor pemahaman dan sikap cukup tinggi itu, maka butuh sebuah pemicu atau pemetik agar terjadi tindakan radikalisme yang tinggi dari awalnya cuma skor 17,25 di Kaltara," katanya.

"Sehingga langkah BNPT dan FKPT menggelar berbagai strategi dalam mencegah radikalisme dan terorisme, termasuk melalui giat hari ini sangat tepat," kata Sholehuddin yang juga Direktur Pusat Kajian Moderasi Beragama itu.
Baca juga: Telaah - Potensi radikalisme pada tahun politik dan pencegahan

Baca juga: Telaah - Mengapa wanita muda sasaran teroris untuk digaet jadi anggota ?