Tanjung Selor (ANTARA) - Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, ada 4 titik kerawanan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada pengelolaan dana percepatanan penanganan Covid-19. Yakni, proses pengadaan barang dan jasa (PBJ), filantropi atau sumbangan pihak ketiga, penyelenggaraan bantuan sosial (Bansos), dan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Demikian disampaikan Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr H Irianto Lambrie usai mengikuti rapat secara virtual koordinasi pencegahan korupsi dengan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK Wilayah I Maruli Tua, Selasa (5/5).
Turut serta dalam rapat melalui video conference tersebut, Kepala perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kaltara Bimo Gunung Abdulkadir, perwakilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur, juga seluruh kepala daerah di Kaltara. “Untuk PBJ, menurut Pak Maruli, KPK sudah mengeluarkan edaran. Namun secara prinsip, sederhana dan bukan hal baru. Bentuknya hanya penegasan dan sejumlah rambu yang harus dipatuhi. Intinya, jangan ada kekhawatiran dalam proses PBJ, harus disertai itikad baik, tak ada feedback yang ditargetkan,” kata Gubernur.
Dalam hal ini, KPK juga berharap peran Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk dimaksimalkan dalam pendampingan. “Pemerintah daerah juga diminta untuk meningkatkan kerjasama dengan BPKP. Caranya dengan menyampaikan sesegera dan sedetail mungkin RKB (Rencana Kebutuhan Belanja) ke BPKP, setelah direview Inspektorat,” jelas Irianto.
Lalu, soal filantropi atau sumbangan pihak ketiga, diuraikan Gubernur sesuai arahan KPK, selama sumbangannya diserahkan kepada lembaga, administrasi dilakukan secermat mungkin, dan diumumkan semaksimal mungkin lewat website resmi pemerintah maka bukan gratifikasi. “Selain itu harus berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD, juga yang tak kalah penting adalah pencatatan,” ungkap Gubernur.
Hal paling kritikal, adalah bansos. “Prinsipnya, DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) harus menjadi satu-satunya rujukan. Untuk penerima bantuan Non DTKS, KPK menyarankan agar dilaporkan ke Dinsos untuk dimasukkan ke dalam data mutakhir DTKS. Ini dicatat sebagai exclusion error,” papar Irianto.
Untuk penerima bansos di lapangan, KPK meminta agar dipadupadankan dengan data administrasi kependudukan (Adminduk) Disdukcapil. “Intinya, data ini harus transparan dan penuhi prinsip akuntabilitas. Pemerintah daerah juga harus membuat saluran pengaduan,” tutur Gubernur.
Para kepala daerah, oleh KPK juga diingatkan mengenai potensi penyimpangan yang dapat terjadi. Di antaranya, data fiktif, pengadaan bansos utamanya bantuan non tunai, pemotongan nilai bansos saat penyaluran, penyelewengan anggaran bansos terutama terkait menjelang pilkada yang diikuti petahana. “Secara garis besar, potensi penyimpangan ini sudah diantisipasi Pemprov Kaltara. Termasuk tidak memanfaatkan situasi wabah ini untuk kepentingan politik. Meski fitnah untuk itu, sangat luar biasa,” tutup Irianto.
Berita Terkait
Kapolda Kaltara ikuti vicon bersama Kapolri, pantau dan kawal ketersediaan minyak goreng
Senin, 4 April 2022 14:52
Ketua DPRD Kaltara hadiri Vicon Aplikasi Launching Asap Digital
Kamis, 16 September 2021 4:54
Pimpin vicon, Kabarhakam tekankan arahan Presiden Jokowi soal PPKM Level 4
Senin, 26 Juli 2021 21:08
Teguh : Tetap waspada, pastikan Pilkada bebas COVID-19
Rabu, 25 November 2020 10:21
Tahapan Pilkada Dilanjutkan dengan Protokol Kesehatan
Senin, 22 Juni 2020 15:17
Pesan Mendagri, Perekonomian Harus Tetap Jalan
Kamis, 9 April 2020 15:50
Evaluasi Pengamanan Idulfitri, Angka Kecelakaan di Kaltara Jauh Berkurang
Kamis, 28 Juni 2018 9:16
KPK: Gubernur Bengkulu peras anak buah untuk biaya pilkada
Senin, 25 November 2024 2:22