Guru biologi "sulap" hutan bersampah jadi Laboratorium Alam

id Anugrah, Guru, Berdedikasi

Guru biologi "sulap" hutan bersampah jadi Laboratorium Alam

INOVATIF : Adiatman saat memberikan pelajaran kepada pelajar SMA 1 Sebatik di Laboratorium Alam SMA 1 Sebatik. (humasprovkaltara)

Tanjung Selor (ANTARA) - Dari 781 guru dan kepala sekolah pada 34 provinsi yang mengikuti serangkaian proses seleksi ajang Apresiasi Guru dan Kepala Sekolah Dedikatif, Inovatif, dan Inspiratif Pendidikan Menengah (Dikmen) dan Pendidikan Khusus (Diksus) Tahun 2020, guru asal Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), Adiatman, staf pengajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sebatik, Kabupaten Nunukan meraih penganugerahan terbaik ke-2 pada kategori Guru Berdedikasi Dan Inovasi.

Guru mata pelajaran Biologi mengaku terkejut ketika mendapatkan penghargaan ini.

Ia tidak menyangka ide membuat laboratorium alam dengan memanfaatkan lahan di sekitar sekolah bermanfaat bagi peserta didik dan diapresiasi Kemendikbud. “Dari 70 terbaik yang terbagi kedalam 14 kategori apresiasi, alhamdulillah saya, masuk urutan ke-2,” katanya.

Adi sapaan akrabnya, menuturkan bahwa pemberian apresiasi ini telah melalui serangkaian proses. Dimulai dari penyusunan pedoman, sosialisasi program apresiasi, seleksi berkas administrasi, seleksi naskah, seleksi presentasi, penetapan penerima apresiasi, dan pemberian apresiasi. “Dari 14 kategori itu, 8 kategori diberikan kepada guru dan kepala sekolah untuk tingkat SMA, SMK, SLB dan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI). 6 kategori diberikan kepada guru dan kepala sekolah untuk tingkat SMA, SMK, dan pendidikan khusus (SLB dan SPPI),” ucap pria yang sudah 9 tahun mengabdi sebagai guru di Sebatik ini.

Adi sendiri berhasil memanfaatkan hutan yang dipenuhi sampah untuk kemudian disulap menjadi laboratorium alam. “Saya ingin wujudkan hutan sekolah sebagai pusat penelitian di wilayah perbatasan yang tidak hanya berguna bagi sekolah saya, namun juga siswa lain di sekitarnya sehingga siswa dari berbagai jenjang pendidikan bisa belajar di hutan sekolah itu,” ulasnya.

Pria 32 tahun ini mengaku idenya mengubah hutan sekolah menjadi sumber belajar siswa-siswi di Sebatik itu karena merasa terganggu dengan banyaknya sampah di sekitar hutan sekolah. “Butuh waktu sebulan untuk mengubah hutan sekolah menjadi laboratorium alam,” urainya.

Di lokasi itu juga disediakan fasilitas belajar, hingga beragam tumbuhan dan satwa juga dapat ditemukan di hutan sekolah itu. “Hutan sekolah ini dibuat sejak 2016, hingga kini hutan sekolah kami sudah dikenal masyarakat Sebatik, bahkan masyarakat Pulau Jawa,” tutupnya.