Opini - Wajah dunia pendidikan di tengah pandemi COVID

id Al-najah,Telaah,Dunia pendidikan,Opini

Opini - Wajah dunia pendidikan di tengah pandemi COVID

Kendala pendidikan di daerah 3T. Anak daerah 3T bermain di sungai. (Iskandar Zulkarnaen/Antara)

Nunukan (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang mulai merebak di Indonesia Maret 2020 telah membuat perubahan besar dalam gaya hidup, dikenal dengan diksi new normal atau adaptasi perubahan prilaku.

Sisi positifnya, pandemi turut mempercepat akselerasi revolusi industri 4.0.

Masyarakat harus mampu beradaptasi dalam ekosistem revolusi industri tersebut meski ada berbagai kendala, termasuk dunia pendidikan.

Khususnya di Indonesia sendiri mengalami beberapa perubahan pola pembelajaran apalagi di tengah wabah corona virus mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi lebih aktif dengan penggunaan media online dan gadget.

Ada beberapa kendala dalam proses pelaksanaan bahkan di sebagian daerah, misalnya di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) kendala berupa jaringan yang selalu menjadi pembahasan utama.

Meskipun tidak menyurutkan semangat mereka selama pandemic ini, justru buat mereka lebih berjuang dalam merealisasikan proses pembelajaran dengan upaya yang lebih kuat lagi.
Bagi mereka, meskipun di perbatasan tanah air, semangat mereka tidak terbatas.

Belum lagi dengan penyediaan sarana-prasarana yang tidak mencukupi. Tidak semua siswa-siswi itu berasal dari keluarga golongan menengah dan keatas, harus diperhatikan juga bagi mereka yang berada pada golongan menengah dan ke bawahnya juga.

Bahkan beberapa dari mereka tetap melakukan pembelajaran dengan bantuan personel Tentara yang bertugas di daerah 3T.

Belum lagi dilema bagi guru yang sudah mengabdi di dunia pendidikan namun masih berstatus honorer di sekolah negeri maupun swasta. Meskipun dengan adanya P3K, masih saja menjadi kekhawatiran tersendiri bagi beberapa guru dan pengajar.

Belum lagi yang sudah lanjut usia dan sudah tidak bisa mengikuti program P3K, belum lagi kendala persyaratan yang harus memiliki sertifikat pendidik lain sebagainya.

Dilema Baca Anak

Sekilas kita sering dilema dengan anak yang masih belum bisa membaca ketika baru saja menaiki usia SD dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini.

Ketika di PAUD, anak malah tidak dianjurkan untuk membaca sedangkan ketika menaiki ke jenjang berikutnya atau Sekolah Dasar malah dihadapkan dengan situasi dimana anak harus bisa membaca agar tidak tertinggal materi pembelajaran.

Disinilah peran orang tua sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan guru atau melakukan kiat-kiat yang bisa membantu anak agar tetap bisa mengikuti proses belajar di sekolah.

Lalu, bagaimana caranya anak tetap bisa membaca ketika baru saja menaiki SD atau yang sejenisnya dengannya?

Ketika di PAUD tidak dianjurkan untuk terlalu memfokuskan untuk membaca tapi naik ke SD langsung bisa membaca disitulah letaknya peran penting orang tua. Sekali lagi, dari orang tua yang mendorong dan membantu mereka.

Jadi tak ayal, bagi beberapa orang tua langsung memiliki inisiatif tersendiri dengan memberikan anak les privat di rumah atau di tempat les tertentu.

Karakter anak

Pembinaan dan juga pendidikan karakter turut menjadi sorotan ketika berada pada situasi pandemik saat ini.

Jika di sekolah beberapa pengarahan dan pembiasaan ke anak didik sangat mudah untuk disampaikan karena terhubung langsung dan tanpa kendala meskipun melalui proses yang lumayan lama untuk menjadi sebuah kebiasaan lalu membentuk karakternya mereka.

Meskipun setiapnya ada tatatertib dan etika ketika melakukan kelas online tapi untuk mendukung secara penuh kepada sebuah kebiasaan itu lumayan rumit jika tidak terhubung dan memberikan contoh kepada mereka.

Lagi-lagi dilema seperti ini sepertinya butuh bantuan dari orang tua atau wali murid untuk selalu berkoordinasi dengan guru atau tenaga pengajar agar bisa melakukan pemantauan terhadap anak mereka.

Ditengah pandemic ini, peran orang tua sangat penting dalam pendidikan anak disekolah agar selalu sinkron.

Lalu, bagaimana dengan ortu yang lagi kerja dan anak yang ditinggal dirumah tanpa pengawasan langsung selama proses belajar online? Inilah yang menjadi dilema tersendiri

Motivasi Belajar Anak

Ketika dihadapkan dengan sebuah pilihan, pasti ramai dari siswa-siswi bahkan tenaga pengajar atau guru sendiri lebih memilih untuk melakukan belajar tatap muka jika dibandingkan dengan belajar dalam jaringan.

Terkadang ini juga menyurutkan motivasi anak serta hilangnya semangat untuk tetap mengenyam dunia pendidikan.

Setiap mereka memiliki pola hidup masing-masing dan sudah pasti datang dari latar belakang keluarga yang berbeda juga.

Apalagi ditengah pandemic seperti sekarang ini, dengan ekonomi yang bisa terbilang sedikit merosot pasti sudah membuat beberapa dari siswa-siswi ini lebih memilih untuk membantu perekonomian orang tua ketimbang belajar.

Bahkan meskipun pembelajaran dalam jaringan dan tidak tatap muka, masih saja mereka memiliki motivasi yang rendah untuk pendidikan di sekolah.

Hal ini juga menjadi dilema tersendiri bagi beberapa pendidik yang mengalami atau berhadapan dengan siswa-siswi yang berada di posisi tersebut. Disisi lain, mereka juga harus menggenjot wajib belajar 12 tahun untuk jenjang SD enam tahun, jenjang SMP tiga tahun dan jenjang SMA tiga tahun.

Merdeka Belajar

Seperti tema pendidikan nasional tahun 2021 ini yang mengangkat "merdeka belajar". Hal ini memberikan peluang agar anak didik lebih bebas untuk belajar dan rasa tidak terbebani ketika mengenyam dunia pendidikan.

Merdeka belajar turut memberikan semangat dan dorongan kepada semua elemen pada satuan pendidikan agar bisa sampai kepada sasaran pendidikan di tengah pandemi ini.

(*An-najah Darwisyah Wasilah, penulis dan penggiat media sosial)

Baca juga: Telaah - Ancaman derita akibat bencana kabut asap di tengah pandemi
Baca juga: Opini - Mari berselancar sehat di dunia maya, "stop bullying"