Pusat akui Hutan Desa, warga Kaltara janji jaga kearifan lokal

id Warsi,Hak adat,Ulayat

Pusat akui Hutan Desa, warga Kaltara janji jaga kearifan lokal

Warga Punan di hutan adat yang kini diakui (Dok KKI Warsi)

Tanjung Selor (ANTARA) - Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengakui hak adat warga Malinau Kalimantan Utara dengan menerbitkan surat keputusan (SK) tentang Hutan Desa.

"Kami sangat bahagia dengan keluarnya SK ini, kami siap menjaga amanah ini melalui kearifan lokal guna melestarikan hutan ini karena di sana ada gaharu, damar, rotan, madu, buah hutan dan tanaman obat,” kata Ketua Pengelola Hutan Desa Long Jalan Baya Unyat di Malinau, Selasa.

Sebelumnya, Koordinator Devisi Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Kaltara mengungkapkan bahwa pusat telah menerbitkan SK Hutan Desa Long Jalan Malinau.

Koordinator Divisi Komunikasi KKI Warsi Kaltara Sukmareni menyebut hal itu berdasarkan SK nomor SK.1548/MenLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2021 itu, masyarakat Long Jalan diberi hak kelola hutan desa seluas 18.891 ha.

"Hutan desa yang kini diakui awalnya adalah wilayah suku Punan yang kini bermukim di Long Jalan," Baya Unyat.

Di wilayah ini, terdapat suku nomaden (Punan) yang hingga tahun 1990-an masih mengembara di dalam hutan hidup berpindah dengan sistem peladangan.

Suku Punan kemudian menetap sebagaimana suku Dayak lainnya. Dengan pemukiman tetap berada di dalam ruang jelajah mereka.

Berposisi paling ujung di Sungai Malinau. Dengan posisi ini, desa yang dihuni 37 KK ini, bisa di jangkau dari Kota Malinau dengan perjalanan darat dua jam menuju Tanggung Nanga dan dilanjutkan dengan menumpang ketinting, perahu bermesin tempel yang hanya bisa ditumpangi dua orang selama enam jam perjalanan menelusuri Sungai Malinau.

Dengan lokasi yang jauh ini, warga Long Jalan memenuhi semua kebutuhan mereka dari sumber daya alam yang ada di sekitar mereka.

Makanan pokok utama yang dulunya sagu kini berganti dengan beras yang ditanam di ladang-ladang, lauk pauk diambil dari berburu hewan di hutan, dan juga ikan yang tersedia melimpah di sungai Malinau dan anak-anaknya yang masih jernih.

SK itu juga disambut gembira oleh Jhara Ungket, Kepala Desa Long Jalan. “Hutan ini sangat penting untuk kami, kami suku yang hidupnya masih bergantung dengan hutan, makanya perlu bagi kami untuk mendapatkan pengakuan negara,” katanya.

Disebutkannya wilayah mereka meski berada paling ujung di Malinau Selatan Hulu, hutan yang lebat dan jamrut khatulistiwa itu sudah berada di dalam kawasan hutan yang sebagian sudah tercatat sebagai pencadangan hak pengusahaan hutan (HPH) dua perusahaan kayu.

“Kami khawatir masa depan anak cucu kami, bagaimana mereka akan hidup kalau hutan mereka hilang karena dijadikan lahan perhutanan (HPH) dan perkebunan (sawit)," imbuh dia.

"Makanya kami berupaya sekuat tenaga bagaimana hak pengelolaan hutan ini bisa kami dapatkan. Meski prosesnya panjang dan lama, kami rela mengikuti supaya kami punya kejelasan pengelolaan,” kata Jhara.


Baca juga: Pesona wisata di Tanjung Palas Utara
Baca juga: Warga pedalaman Kaltara bahagia, pusat akui hak adat


KKI Warsi, lembaga non profit yang melakukan kegiatan pendampingan masyarakat di dalam dan sekitar hutan di Kaltara sejak 2017.

Warsi sejak 2018 mulai berjuang membantu warga Punan diawali dengan memahami dl mondisi masyarakat, penyelesaian batas desa dan baru ke pusat. Dengan hutan desa ini, masyarakat bisa memanfaatkan hutan dengan baik berbasis kearifan lokal mereka.

"Tujuannya agar kelestarian hutan dan kesejahteraan warga berjalan seiring. Dengan SK ini, maka perusahaan kayu atau perkebunan tidak bisa masuk ke wilayah ini," ujar Koordinator Divisi Komunikasi KKI Warsi Kaltara Sukmareni.

Baca juga: Telaah - Ancaman derita akibat bencana kabut asap di tengah pandemi
Baca juga: Guru biologi "sulap" hutan bersampah jadi Laboratorium Alam