Tarakan (ANTARA) - Konflik Global Rusia dan Ukraina terus memanas. Ketegangan ini memicu reli harga minyak dunia. Kondisi ini membuat hulu dan hilir migas nasional mengalami penyesuaian.
Hal itu disampaikan, Pengamat Energi dan juga Dosen Geologi dan Perminyakan STT Migas Kukuh Jalu Waskita di Jakarta, dalam siaran pers diterima kemarin.
Menurutnya, hal ini kombinasi dari kekhawatiran pasar akan ketersediaan stok minyak mentah yang beredar.
Serta, beberapa faktor seperti gangguan suplai di Amerika Serikat akibat adanya badai musim dingin Febuari lalu.
Apalagi sambungnya, kondisi Indonesia ini rawan. Pasalnya sebagai negara pengimpor minyak, tingginya harga minyak dunia itu akan mempengaruhi tingginya harga pembelian minyak mentah tersebut, yang berimbas pada harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri yang saat ini penggunaannya banyak memakai dana subsidi.
Menurutnya, pemerintah harus bisa menghitung dengan jeli. Jangan gegabah untuk menaikkan harga BBM dan terkhusus yang bersubsidi.
“Ketergantungan kita terhadap impor minyak mentah dan gas ini cukup berbahaya. Apalagi di kondisi harga minyak yang terus naik. Tentu pemerintah harus berpikir dan hati-hati menentukan harga BBM dan gas,” terangnya.
Pasalnya, efeknya akan langsung terasa ke masyarakat menengah ke bawah. Disisi lain harga bahan-bahan komoditas naik. Masyarakat pasti akan teriak.
Bagi pemerintah dan perusahaan migas juga tidak mudah. Mereka harus kembali berhitung. Pasalnya kenaikan minyak dunia ini diluar prediksi.
“Mulai dari hilir, mereka harus memikirkan cost produksi dan margin. Naiknya harga minyak dunia tentu semakin menipiskan margin. Sedangkan perusahaan harus tetap hidup.
Disisi lain, BBM juga tidak bisa dihantam rata naik semua. Masyarakat pasti teriak. Apalagi BBM atau gas bersubsidi,” terangnya.
Seperti yang diketahui, Pertamina menetapkan harga baru untuk tiga jenis BBM non subsidi yakni Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite. Penyesuaian ini imbas dari harga minyak dunia yang melejit tinggi.
Dari sektor hulu, ini merupakan momentum. Tetapi dilihat lagi cost operasional. Khususnya, dengan sistem gross split. Jangan sampai tancap gas di awal justru sampai akhir tahun nafasnya sudah habis.
“Momentum ini harus menstimulus peningkatan operasional di sektor hulu, jika masih ada keran keran cadangan minyak yang masih bisa dimanfaatkan harus segera di optimalkan, karena sebagai negara importir minyak akan memberatkan di sektor hilir,” jelasnya.
Pemerintah sendiri melalului kementrian ESDM telah menetapkan harga rata rata minyak mentah Indonesia untuk bulan Februari 2022 sebesar USD 95,72 per barel, melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18.K/MG.03/DJM/2022 tentang Harga Minyak Mentah Indonesia Bulan Februari 2022.
Tentunya hal ini akan meningkatkan nilai subsidi negara diasumsikan nilai ICP dalam APBN tahun 2022 yang hanya USD 63 per barel.
“Semoga harga minyak yang tinggi tidak berlangsung lama. Sehingga perekonomian negara kita tidak terlalu lama merasakan dampaknya,” pungkasnya.
Baca juga: Arifin Panigoro, pengusaha minyak dan gas bumi tutup usia
Berita Terkait
Kaltara Akan Menjadi Pusat Produksi Minyak Goreng Berkualitas
Selasa, 3 Desember 2024 5:58
Sumur Minyak Tua Kembali Produksi Berkat GEMPI Si Energi Hijau
Selasa, 29 Oktober 2024 9:32
Menanti Asa dari Energi Sumur Minyak Pamusian
Minggu, 13 Oktober 2024 11:53
Pertamina Kembali Melakukan Tajak Dua Sumur Minyak di Tarakan
Kamis, 15 Agustus 2024 19:58
Kaltara bakal bangun industri minyak goreng
Kamis, 1 Agustus 2024 4:43
Pemprov Kaltara Bakal Membangun Industri Minyak Goreng
Selasa, 30 Juli 2024 21:44
Pemprov Bakal Bangun Industri Minyak Goreng
Selasa, 30 Juli 2024 16:53
Pemkot Tarakan Simulasi Penanganan Tumpahan Minyak
Minggu, 9 Juni 2024 12:19