KGSB sebut gangguan mental pada siswa sebabkan gangguan emosi

id Kesehatan mental

KGSB sebut gangguan mental pada siswa sebabkan gangguan emosi

Tangkapan layar pelatihan Psychological First Aid (PFA) bagi para guru yang diselenggarakan KGSB bersama bersama dengan Konsultan Psikologi Pelangi dan alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, di Jakarta, beberapa waktu lalu. (ANTARA/HO- Humas KGSB)

Jakarta (ANTARA) - Pendiri Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) Ruth Andriani mengatakan gangguan kesehatan mental pada siswa dapat menyebabkan gangguan emosi, kesulitan dalam berkonsentrasi, stres hingga depresi.

“Itu sebabnya peran guru dan sekolah sangat diberikan, terutama dalam memberikan dukungan psikologis awal atau Psychological First Aid (PFA) pada masalah kesehatan mental siswa,” ujar Ruth di Jakarta, Ahad.

Berdasarkan survei yang dilakukan Indonesia - National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022, satu dari tiga remaja Indonesia berusia 10 sampai dengan 17 tahun memiliki masalah kesehatan mental. Angka tersebut setara dengan 15,5 juta remaja.

Gangguan mental yang paling banyak dialami oleh remaja adalah gangguan cemas, fobia sosial, gangguan depresi mayor, gangguan perilaku, gangguan stres pascatrauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian (ADHD).

Hal itu cukup mengkhawatirkan mengingat hampir 20 persen dari total penduduk Indonesia berada dalam rentang usia 10–19 tahun.

Oleh karena itu, KGSB bersama dengan Konsultan Psikologi Pelangi dan alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, melakukan pelatihan PFA bagi guru yang bertujuan untuk membekali para tenaga pendidik dengan kemampuan pertolongan pertama pada masalah kesehatan mental anak.


Psikolog dari Konsultan Psikologi Pelangi dan Dosen Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul, Lita Patricia Lunanta, menambahkan bahwa tujuan dari PFA adalah untuk mengembalikan rasa aman, menetapkan hubungan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, serta mengembalikan perasaan diri mampu untuk mengatasi keadaan dan menolong diri.

“PFA dapat dilakukan di mana saja. Idealnya segera dilakukan saat kontak pertama dengan klien atau biasanya segera setelah musibah. Tetapi kalau baru ketahuan, bisa juga beberapa hari atau minggu bahkan beberapa bulan kemudian,” jelas Lita.

Prinsip utama dari PFA adalah look, listen, dan link atau lihat, dengarkan, dan tautkan. Pada tahap lihat, penting bagi guru untuk terlebih dahulu menilai keadaan dari peristiwa yang sedang terjadi serta tentang (profil) siswa yang membutuhkan bantuan.

Pada tahapan dengar, asesmen yang diberikan antara lain dengan mendengarkan, mengerti, mengeksplorasi, mendorong, dan mencari solusi. Guru harus serius memperhatikan dan mendengarkan siswa tersebut secara aktif, mampu memahami perasaannya, bisa menenangkannya terkait situasi krisis yang tengah mereka derita, menanyakan apa kebutuhan dan kekhawatiran mereka, serta mampu membantu menyelesaikan kebutuhannya yang mendesak dan memecahkan permasalahannya.

Tahap akhir yakni tautkan, yakni menghubungkan siswa dengan orang atau pihak lain sesuai dengan kebutuhannya. Bila siswa membutuhkan penanganan medis dapat dirujuk ke dokter. Bila siswa membutuhkan konseling lebih lanjut bisa dirujuk ke konselor atau psikolog. Bila sudah ada gangguan psikologis yang membutuhkan pengobatan lebih lanjut bisa dirujuk ke psikiater.
Baca juga: Sosiolog tanggapi kejiwaan istri pembunuh Hakim