Jakarta (ANTARA) - Mencari alternatif harapan di tengah situasi kehidupan adalah salah satu penyebab dari beberapa faktor yang menyebabkan orang mengikuti kelompok seperti Keraton Agung Sejagat, kata sosiolog Universitas Indonesia (UI)Rissalwan Habdy Lubis.
"Ini bukan proses tiba-tiba. Ini pasti proses yang panjang, saya yakin bisa bulanan bahkan bisa tahunan. Dia bisa mulai dari keluarga, dari istri, anak, kemudian teman anaknya, tetangganya," kata akademisi Universitas Indonesia itu saat berbicara soal perekrutan pengikut kelompok tersebut ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Raja Keraton Agung Sejagat ditangkap
Baca juga: Heboh, kerajaan baru "Keraton Agung Sejagat"
Keraton Agung Sejagat adalah sebuah kelompok yang dibentuk oleh Totok Santosa Hadiningrat di Kabupatan Purworejo, Jawa Tengah. Dia sendiri dipanggil sebagai "Sinuwun" dengan istrinya mendapat panggilan "Kanjeng Ratu".
Masyarakat mulai membicarakan keberadaan keraton itu usai kelompok bentukan Totok menggelar "wilujengan" dan kirab budaya.
Keterangan sementara terdapat sekitar 450 orang yang menjadi pengikut keraton yang mengklaim sebagai kekaisaran dunia dan merupakan penerus Kerajaan Majapahit.
Menurut RissalwanHabdy Lubisproses politik dan ekonomi mungkin berpengaruh terhadap masyarakat yang berada di akar rumput dan membuat mereka mencari harapan di tempat lain.
"Di bawah ini mereka mencari alternatif-alternatif lain dan itu suatu hal yang wajar. Jadi itu bercampur baur dengan orang yang mungkin punya keyakinan bahwa dia punya akses supranatural tertentu," katanya.
Selain itu, kata dia, ada kemungkinanpendiri Keraton Agung Sejagat juga ikut mencampur konteks historis dan budaya sebagai bungkus untuk menarik pengikut.
Hal itu diikuti dengan konteks supranatural saat kelompok itu mengaku sebagai penerus dinasti Majapahit dan menjadi pemilik kekuasaan tertinggi di dunia.
Pola pembentukannya sendiri, kata Rissalwan, serupa dengan pendiri aliran kepercayaan baru yang sempat menghebohkan Indonesia seperti kelompok LIa Eden dan Gafatar, yang bahkan sempat memiliki ribuan pengikut.
Yang membedakan kelompok Totok dengan pendahulunya, kata dia, adalah tidak mengklaim unsur agama tapi menggunakan metode formal seperti pembentukan kerajaan, keraton atau negara.
Sampai saat ini kepolisian setempat masih mendalami alasan berdirinya keraton itu, meski wakil dari kelompok tersebut membantah mereka adalah aliran sesat yang bisa meresahkan masyarakat.
Baca juga:Akademisi: Keraton Agung Sejagat mirip pembentukan aliran kepercayaan
Baca juga:Motif pendirian Keraton Agung Sejagat di Purworejo didalami
Baca juga:Keraton Agung Sejagat di Purworejo jadi tempat wisata dadakan
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Berita Terkait
Raja Charles III, pemimpin baru Inggris
Jumat, 9 September 2022 12:32
Keraton Agung ternyata buka cabang di Klaten
Jumat, 17 Januari 2020 8:55
Ratu Keraton Agung tak terdata di Purworejo atau Kalibata
Kamis, 16 Januari 2020 1:49
Raja baru bawa nama Firaun hingga staatsblad Atlantik
Rabu, 15 Januari 2020 19:47
Kerajaan baru disesalkan, mencoreng nama keraton
Rabu, 15 Januari 2020 19:25
Raja Keraton Agung Sejagat ditangkap
Selasa, 14 Januari 2020 22:28
Heboh, kerajaan baru "Keraton Agung Sejagat"
Senin, 13 Januari 2020 20:24
Dua tersangka ditetapkan kasus "King of The King"
Sabtu, 1 Februari 2020 21:20