Dalam paparannya, Irianto menyebutkan, belajar dari pengalaman sebelumnya, maka forum kerjasama pembangunan Kalimantan menyepakati dua fokus usulan untuk disampaikan kepada Pemerintah Indonesia untuk 2018, yakni konektivitas dan pembangunan energi. “Selama ini, ada ratusan usulan yang disampaikan tiap provinsi ke pusat. Namun, hanya dibawah 30 persen yang usulannya berhasil dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),†kata Irianto.
Dua fokus usulan tersebut, menurut Irianto adalah masalah yang umum terjadi di Kalimantan. Ini juga sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimiliki tiap provinsi di Pulau Kalimantan. “Sedianya, dalam empat tahun terakhir ada 5 fokus pembangunan yang menjadi pembahasan di Kalimantan, yakni konektivitas, ketahanan pangan, ketahanan energi, industri dan pariwisata, kemaritiman dan perbatasan dan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Tapi untuk tahun depan, fokus ke konektivitas dan ketahanan energi,†jelansnya.
Menilik hal itu, Kalimantan sedianya mampu mensejajarkan diri dengan daerah lain. Jika fokus kegiatan tersebut terealisasi. “Dari dua fokus itu, maka saat Kalimantan dibangun, artinya memajukan Indonesia,†singkat Irianto.
Acara Musrenbang dihadiri gubernur se Kalimantan, ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) se Kalimantan, bupati dan walikota se Kalimantan, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI seperti H Sukiman (Daerah Pemilihan Kalimantan Barat), H Syarif Abdullah (Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan), dan H Hetifah Sjaifudian (Daerah Pemilihan Kalimantan Timur-Kalimantan Utara). Termasuk dua menteri, yakni Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahtjo Kumolo dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro.
Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo dalam paparannya mengatakan, Pemerintah Indonesia dalam hal rencana pembangunan di Kalimantan, fokus kepada pembangunan infrastruktur dan energi. “Nawa Cita yang dicanangkan Presiden, diarahkan untuk selesai semuanya pada 2018. Dari itu, tahun ini sudah fokus kepada program pembangunan infrastruktur sosial dan ekonomi,†kata Tjahjo.
Agar harapan itu tercapai, Tjahjo menegaskan pentingnya keserasian dan keselarasan kebijakan politik pembangunan. Mulai dari Presiden hingga ke level terendah, kepala kampung atau lurah. “Presiden mengingatkan dan menginstruksikan pentingnya penyelarasan program nasional, baik jangka pendek, menengah dan panjang dengan program provinsi, kabupaten dan kota hingga ke tingkat kelurahan atau desa. Ini sebagaimana tujuan dari dicanangkannya Nawa Cita itu sendiri, dalam rangka mempersiapkan 100 tahun Indonesia merdeka,†jelas Tjahjo.
Menilik fokus pembangunan terpadu infrastruktur ekonomi dan sosial, maka berdasarkan pemetaan geopolitik dan geostrategis, yang dipikirkan oleh Pemerintah Indonesia saat ini adalah bagaimana pertumbuhan Kalimantan mampu mencapai target pembangunan setara Sulawesi dan Sumatera. “Pada rapat kabinet yang dipimpin Presiden, ditegaskan keharusan untuk menyelesaikan sejumlah program prioritas nasional di Kalimantan. Dan, memang fokusnya adalah konektivitas dan ketahanan energi,†papar Tjahjo.
Dijelaskan Tjahjo, nyaris seluruh pembangunan di Kalimantan bermasalah dengan kesiapan infrastruktur perhubungan darat dan energi. Untuk perhubungan udara dan laut, di pulau terluar wilayah Kalimantan telah terbangun bandar udara (Bandara), yakni Bandara Maratua, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim). “Presiden menargetkan, hingga akhir 2018 tiga poros lintas di Kalimantan sudah terjangkau semau, sehingga konektivitas Sambas (Kalimantan Barat)-Sebatik (Kaltara) terealisasi dengan baik. Di wilayah Kalimantan, khususnya perbatasan juga perlu ada RS (Rumah Sakit) rujukan yang memiliki pelayanan yang bagus dan berkualitas,†urai Tjahjo.
Tjahjo menuturkan, selain infrastruktur, kunci pembangunan di Kalimantan adalah energi. “Saat ini, di Kalimantan memang masih ada yang beli listrik dari Sarawak, Malaysia. Tapi tahun depan, sudah terencana pembangunan pusat energi di Kalimantan, sehingga sepenuhnya ketahanan energi listrik untuk Indonesia mampu terealisasi,†tandasnya.