Jakarta (ANTARA) - Lukisan yang tergolong antik karya Basuki Abdullah tahun 1976 dibeli oleh pendiri Harian Kompas Jakob Oetama, langsung dari pelukisnya, kemudian diberikan kepada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Lembaga Pendidikan Pers Dokter Soetomo (LPDS).
“Lantas karena tidak terawat, dan tidak ada yang merawat, diserahkan kepada saya,” kata Wina Armada, wartawan senior, penulis buku tentang pers, dan kini juga penasihat hukum Dewan Pers, pada Sabtu, 29 Oktober 2022 di Jakarta, belum lama ini.
Menurut cerita JO, panggilan akrab Jakob Oetama, waktu itu, lambang Penerbit Buku Kompas, anak kecil duduk di atas kerbau, diilhami dari lukisan ini.
“Saya dulu waktu kecil juga suka ngangon kerbau,” kata Jakob sebagaimana diceritakan beberapa kawan yang mengetahui percakapan itu.
Hanya kemudian untuk penyesuian dengan kemudahan reproduksi sebagai logo atau lambang penerbit Buku Kompas, ada sejumlah modikasi .
Kerbau rupanya juga menginspirasi pemimpin perusahaan. Menurut mendiang P. Swantoro yang semasa hidupnya mendampingi JO dalam mengelola perusahaan di lingkungan Kompas Gramedia, kadang-kadang pimpinan perlu ngebo, seperti kerbau.
Artinya dalam suatu waktu, tidak memfungsikan kepekaan terhadap apa yang terjadi di luar, berlagak dungu seperti kerbau supaya tidak stres.
Fransiskus Xaverius Basuki Abdullah (ejaan lama: Basoeki Abdullah) lahir di Surakarta 25 Januari 1915 dan wafat 5 November 1993 adalah salah seorang maestro pelukis Indonesia aliran realis dan naturalis.
Basuki Abdullah pernah memenangi sayembara melukis Ratu Juliana pada 1948, mengalahkan 87 pelukis Eropa.
Ia pun sempat dipilih oleh Presiden Soekarno sebagai pelukis langganan istana
Baca juga: Ini sikap FFWI, jika pelaku perfilman terlibat kasus kekerasan seksual
Baca juga: Film Indonesia, Usmar Ismail dan wartawan tak dapat dipisahkan