Tarakan (ANTARA) - Bank Indonesia senantiasa melakukan sosialisasi ciri keaslian uang Rupiah serta menghimbau masyarakat untuk memastikan keaslian uang Rupiah.
"Bank Indonesia juga turut menghimbau masyarakat untuk senantiasa menjaga dan merawat uang Rupiah dengan baik guna memudahkan masyarakat dalam mengenali keaslian uang rupiah," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Kalimantan Utara Wahyu Indra Sukma di Tarakan, Kamis.
Dia menghimbau masyarakat agar senantiasa menerapkan 5 Jangan: Jangan Dilipat, Jangan Dicoret, Jangan Distapler, Jangan Diremas, dan Jangan Dibasahi.
Diseminasi informasi ciri keaslian uang Rupiah secara berkelanjutan dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi publik, konten media sosial, dan website Bank Indonesia.
Di Kaltara sendiri, laporan Uang Palsu yang masuk ke Bank Indonesia di tahun
2024 sebanyak lima lembar bilyet dengan pecahan Rp100.000 (seratus ribu rupiah) dan belum ada laporan tambahan setelah munculnya kasus pemalsuan uang di UIN Alauddin.
Menanggapi hal ini Indra menyampaikan agar masyarakat dapat segera melaporkan kepada Bank Indonesia atau Aparat Penegak Hukum jika ada temuan Rupiah yang diduga palsu agar dapat langsung diperiksa kebenarannya dan ditindak lanjuti sesuai ketentuan.
Selain itu, Indra juga menyebutkan pentingnya untuk dapat mengenali keaslian Rupiah.
“Ini juga kenapa kami gencar melaksanakan sosialisasi dan edukasi Ciri Keaslian Uang Rupiah agar kita punya kemampuan untuk bisa mengenali yang asli dan dapat terhindar dari yang palsu,”
ujarnya.
Sehubungan dengan pengungkapan kasus uang palsu di Gowa, Sulawesi Selatan,
berdasarkan penelitian Bank Indonesia atas sampel barang bukti, teridentifikasi bahwa barang bukti tersebut merupakan uang palsu dengan kualitas yang sangat rendah dan sangat mudah
diidentifikasi dengan kasat mata melalui metode 3D.
Uang palsu tersebut dicetak dengan menggunakan teknik cetak inkjet printer dan sablon biasa, sehingga tidak terdapat pemalsuan menggunakan teknik cetak offset sebagaimana berita yang beredar.
Hal tersebut sejalan dengan
barang bukti mesin cetak temuan Polri yang merupakan mesin percetakan umum biasa, tidak tergolong ke dalam mesin pencetakan uang.
Selain itu, tidak ada unsur pengaman uang yang berhasil dipalsukan, antara lain benang pengaman, watermark, electrotype dan gambar UV hanya dicetak biasa menggunakan sablon, serta kertas yang digunakan merupakan kertas biasa.
Dengan demikian, dapat dikatakan uang palsu tersebut berkualitas sangat rendah seperti temuan uang palsu pada kasus-kasus sebelumnya.
Selanjutnya, Bank Indonesia siap mendukung pihak Polri untuk melakukan penelitian terhadap seluruh barang bukti dugaan uang palsu pada kasus
pemalsuan uang di Gowa.
"Berkenaan dengan pemberitaan dan informasi di media sosial terkait keaslian uang Rupiah, dapat kami sampaikan bahwa metode yang efektif dilakukan oleh masyarakat adalah dengan 3D (dilihat, diraba, diterawang)," katanya.
Masyarakat tidak perlu melakukan tindakan lainnya yang dapat
merusak uang, seperti membelah uang.
Sebagaimana barang yang memiliki ketebalan, uang Rupiah kertas dalam kondisi apapun (baik masih layak edar ataupun sudah lusuh) juga dapat
dibelah menggunakan teknik atau metode tertentu.
Membelah uang Rupiah juga merupakan salah satu tindakan yang dapat dikategorikan dalam merusak uang dan merupakan pelanggaran dengan sanksi pidana. Pasal 35 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan/atau mengubah Rupiah.
Dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara akan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
Selain itu, masyarakat juga dapat menggunakan alat bantu berupa lampu ultraviolet (UV) untuk mengidentifikasi ciri keaslian uang Rupiah kertas yang memendar dalam beberapa warna.
Diketahui bahwa uang palsu yang ditemukan berpendar di bawah lampu UV berkualitas sangat rendah dan memiliki pendaran yang berbeda baik dari segi lokasi, warna, dan bentuk dengan uang
Rupiah asli.
Selain itu, secara visual uang palsu dimaksud sangat mudah diidentifikasi tanpa perlu menggunakan bantuan lampu UV. Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk tidak perlu khawatir dalam bertransaksi menggunakan uang Rupiah dan tetap berhati-hati dengan mengecek keaslian
uang cukup melalui metode 3D.
Bank Indonesia juga senantiasa mengingatkan masyarakat mengenai hukuman terhadap tindak pidana Uang Rupiah. Sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang Pasal 36, setiap orang yang memalsu Rupiah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00.
Selain itu, setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Bank Indonesia secara berkala berkoordinasi dengan seluruh unsur Botasupal (BIN, Polri, Kejaksaan, DJBC), perbankan, dan instansi terkait lainnya dalam melakukan pencegahan dan
pemberantasan uang palsu.
Selain itu, melalui edukasi yang dilakukan dalam program Cinta, Bangga, Paham (CBP) Rupiah.
Baca juga: Pertumbuhan Kredit Disalurkan Perbankan di Kaltara Mencapai 9,51 Persen
Baca juga: Pertumbuhan Kredit Disalurkan Perbankan di Kaltara Meningkat 12,43 Persen