Yang Istimewa di STQ Nasional ke-24

id ,

Yang Istimewa di STQ Nasional ke-24

PESERTA ISTIMEWA : Hadian Akbar, Aisyah dan Musa merupakan tiga peserta istimewa yang menyertai STQ Nasional ke-24/2017. Mereka juga sempat hadir di Ruang Vicon dan Prescon Media Center STQ Nasional, kemarin (19/7). (dok humas)

Tarakan (Antara News Kaltara) - Seleksi Tilawatil Quran (STQ) Nasional ke-24/2017 Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang digelar di Kota Tarakan, ternyata diserta oleh sejumlah peserta yang terbilang cukup istimewa. Mereka, adalah Aisyah Putri Al Khonsa, kafilah asal Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi peserta termuda dengan catatan umur 7 tahun lebih yang berlomba pada cabang Hifzh Alquran golongan 10 Juz Puteri. Lalu, Hadian Akbar, 22 tahun, kafilah asal Jawa Barat (Jabar) menjadi peserta tuna netra yang berlomba pada cabang Hifzh Alquran golongan 30 Juz.
Yang terakhir, adalah Musa Laode Abu Hanafi, hafidz cilik asal Indonesia kelahiran 2008 yang cukup fenomenal di usia mudanya itu. Musa berhasil mengharumkan nama Indonesia di pentas Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) Internasional di Sharm El-Sheikh Mesir pada 10 hingga 14 April 2016. Pada perhelatan itu, Musa yang merupakan kontingen asal Bangka Belitung (Babel) pada STQ Nasional ke-24 ini melenggang ke final, dan ia berhasil menjadi juara ketiga.

Ketiganya sempat menghadiri konperensi pers di Ruang Video Conference dan Press Conference Media Center STQ Nasional, Rabu (19/7). Kepada media, mereka mengaku sudah mencintai Alquran sejak dini. Pasang surut memenuhi keinginan menghafal Alquran juga mereka alami. "Aisyah ini tak kami batasi dalam memenuhi keinginannya sebagai anak kecil seusianya. Namun, dorongan untuk menjadi hafidz datang dari dalam dirinya sendiri," kata ayah Aisyah, Anthoni Syahputra. Aisyah sendiri menargetkan mampu meningkatkan hafalannya hingga 30 juz pada usia 9 atau 10 tahun.

Tak berbeda dengan Aisyah, Hadian dalam keterbatasannya juga termotivasi untuk menghafal Alquran berkat dorongan dari dalam hati, dibantu orangtuanya, khususnya sang ibu. "Kalau menghafal itu, terkadang melawan rasa malas adalah hal terberat. Soalnya, kalau menghafal juz di bagian atas, eh lupa yang bawah. Itulah perjuangannya," kata Hadian.

Sementara itu, sore harinya, Musa yang didampingi ayahnya, La Ode Abu Hanafi menyatakan bahwa untuk membentuk sesosok penghafal Alquran yang handal, juga cerdas dalam bidang akademik, hal terpenting adalah pengawasan, pendidikan dan belaian kasih sayang. "Sedianya, kami tidak membatasi Musa dalam melakukan aktivitas sebagai anak. Tapi, kami terus mengawasinya, bahkan untuk menggunakan gadget pun harus kami awasi," ucap La Ode.