TanjungSelor (Antara News Kaltara) - Pemerintah Indonesia sudah mengupayakan berbagaihal besar untuk mengubah pola pikir masyarakat dan jajaran pemerintahannya.Terutama, dalam hal pelaksanaan pelayanan publik. Demikian sebagaimanadisampaikan Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Prof Amzulian Rifai saatmelakukan kunjungan kerja ke Kaltara, Rabu (23/8).
"Adalahsebuah cita-cita yang ingin dicapai negara ini, yakni terciptanya ASN (AparaturSipil Negara) yang profesional, hingga mewujudkan pelaksanaan roda pemerintahanyang baik (good governance)," kata tokoh asal Lubuk Linggau, SumateraSelatan itu.
Permasalahanutama dalam penciptaan ASN yang profesional, menurut Prof Rifai, adalahterjadinya perbedaan persepsi dan realita di lapangan. "Di dalam UU (Undang-Undang)Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dijelaskan bahwa ASN yang terbagi dua yakni PNS(Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).Secara persepsi, ASN itu adalah orang yang profesional dan bertugas memberikanpelayanan terbaik kepada masyarakat. Namun, realitasnya, di sejumlah daerah,belum sesuai. Masih banyak ASN yang lamban dalam melaksanakan tugasnya, bahkansering melakukan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dalam proses rekrutmen,promosi, demosi dan mutasi. Belum lagi sarat Pungli (pungutan liar)," uraiProf Rifai.
Halini diperparah lagi dengan sikap perilaku sebagian masyarakat Indonesia, yangsering menerapkan budaya menerabas atau melakukan jalan pintas terhadapberbagai hal, rendah entrepreneurship, dan menganggap PNS sebagai status yangluar biasa sehingga siap melakukan apa saja untuk dapat menjadi PNS. "Limatahun lalu, dari temuan kami, untuk masuk menjadi PNS, sogokannya antara Rp 200hingga 250 juta per orang," ungkapnya.
Secaragaris besar, menurut Profesor yang pernah menjabat komisaris di salah satu BUMNitu, di sejumlah tempat di Indonesia, belum profesional. "Indonesia inisudah memiliki upaya besar untuk menghadirkan ASN yang profesional. Diantaranya, pembentukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan ReformasiBirokrasi (Kemenpan-RB). Disusul, pembentukan Ombudsman RI berdasarkan UU No.37/2008, dan penerbitan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik," paparProf Rifai.
Disebutkannya,tak banyak negara di dunia yang memiliki perhatian besar terhadap pelayananpublik selayaknya Indonesia. Hanya saja, implementasinya yang belum 100 persen.Sehingga, menyebabkan pelayanan publik yang diberikan pemerintah kurang baik.Baik dari tingkat kementerian dan lembaga, pemerintah provinsi, dan daerah.
"Untukmenjadi profesional dalam ranah pemerintahan, adalah menciptakan tata kelolakepemerintahan yang baik atau good governance. Untuk mencapai hal itu, ada tigahal yang patut dicapai, yakni transparansi, partisipasi danakuntabilitas," ucap Prof Rifai.
Secaraaplikatif, untuk menerapkan tata kelola kepemerintahan yang baik, menurut ProfRifai adalah penguasaan dan pemantapan teknologi informasi untuk mempercepatdan memperpendek birokrasi kepemerintahan. "Saat ini semua diarahkan padapelayanan publik digital. Dan, kami melihat Pemerintah Provinsi (Pemprov)Kaltara telah berupaya merealisasikan pelayanan publik digital tersebut. Kamimengapresiasi hal tersebut, dan kami yakin bakal ada perubahan," jelasProf Rifai.
Namun yang terpenting dari pelayanan publikdigital, adalah orang yang mengoperasikannya. "ORI siap memberikanpendampingan dan bimbingan terhadap pelaksanaan pelayanan publik digital menujutata kelola kepemerintahan yang baik," tuntasnya.