Polda Kaltara menetapkan 10 tersangka kasus tambang emas liar

id Polda

Polda Kaltara menetapkan 10 tersangka kasus tambang emas liar

Polda Kalimantan Utara menetapkan 10 tersangka kasus tambang emas liar di Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Tana Tidung. ANTARA/HO - Humas Polda Kaltara.

Tarakan (ANTARA) - Kepolisian Daerah Kalimantan Utara menetapkan 10 tersangka kasus tambang emas liar di Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Tana Tidung.

"Sebanyak 10 tersangka dari perkara ini yaitu MM sebagai Penambang, KH sebagai penambang dan pengelola, RS sebagai penambang, AW sebagai pengangkut dan IH, BH, RR, MN, NA serta PA sebagai pengolah," kata Direktur Reskrimsus Polda Kaltara, Kombes Pol Hendy F Kurniawan di Tanjung Selor, Bulungan, Selasa.

Kegiatan ungkap perkara ini berdasarkan enam laporan polisi terkait tambang liar yang berhasil diamankan oleh Ditreskrimsus Polda Kaltara dengan tempat kejadian di dua lokasi, yakni Desa Sekatak Buji Kecamatan Sekatak, Bulungan dengan jumlahnya empat tempat kejadian perkara.

Sedangkan untuk Desa Bikis Kecamatan Sesayap Hilir Kabupaten Tana Tidung sebanyak dua tempat kejadian perkara.

Dari hasil tangkapan tersebut, ditemukan barang bukti dari penambangan sebanyak 132 karung material tanah dan batuan yang diduga mengandung emas.

Kemudian dua unit mobil pengangkut serta barang pengolahan pemurnian seperti emas sebanyak kurang lebih 1.006,27 gram, perak sebanyak kurang lebih 4.115,23 gram dan uang tunai sebesar Rp86.039.000,-.

Selanjutnya ada satu karung borax, dua tabung oksigen, empat tabung gas, lima unit timbangan digital, lima buku catatan pembelian, satu karbon yang bercampur material diduga mengandung emas, satu unit kompresor, dua unit blower, dan satu set alat pembakaran yang digunakan untuk melakukan pengelolaan.

Atas perkara tersebut mereka dipersangkakan pasal 161 junto pasal 35 ayat (3) huruf c dan g junto pasal 104 junto, pasal UU RI Nomor 4 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah UU RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.

Dan pasal 158 dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) Tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Bawaslu-Polda Kaltara bahas pembentukan Sentra Gakkumdu